Total Tayangan Halaman

Rabu, 11 Agustus 2010

MIMPI SUKSES, DAN HIDUP BERMANFAAT


Dimulai dengan keinginan dan niat melepaskan diri dari rutinitas pekerjaan dan
tekanan bekerja di perusahaan, mungkin merupakan salah satu alasan utama saya mencari ide kira-kira usaha dan bisnis apa yang bisa saya lakukan untuk
membebaskan diri dari ikatan menjadi karyawan. Agak terlambat, tapi mungkin daripada tidak sesegera mungkin melakukannya. Kurang lebih 5 tahun menjadikaryawan dari beberapa perusahaan telekomunikasi nasional dan asuransi setelahlulus sarjana S-1 universitas Atmajaya, Jakarta. Kala itu menjadi karyawanadalah kebanggaan dan kebahagiaan. Gaji rutin tiap bulan, tunjangan yang cukupdan insentif serta bonus terasa cukup menjanjikan kala itu. Dan status masih bujangan, dengan kebutuhawiran  yang masih belum banyak.

Tapi setelah bertahun-tahun bekerja menjadi karyawan, ada mimpi dihati kecil yang tidak bisa saya pungkiri ingin saya wujudkan. Saya ingin menjadi pengusaha sukses. Mimpi di siang bolong. Betapa tidak. Pengalaman berbisnis pun mungkin hanya sebatas pernah berjualan jajanan anak-anak ketika masih sekolah dasar. Dulu sekali, ketika saya SD, saya pernah berjualan di teras rumah jajanan kala itu seperti Chiki, Choki-Choki, permen cokelat Ayam Jago, Wafer Superman, permen cicak dan lain-lain menggunakan 1 kursi meja makan. Mengenang kala itu, lucu memang.

Mimpi menjadi wirausahawan itu mungkin melihat, enaknya banyak pengusaha bisa bebas dari rutinitas, bebas berkreasi, bebas menentukan waktu dan bebas secara finansial. Semua hal ini tidak mudah. perlu proses. Dan yang pasti kebal terhadap putus asa. Secara teori mungkin mudah. Akhirnya, setelah beberapa tahun saya pernah mencoba bisnis multi level marketing, bisnis kaos distro. Gagal hingga sekian juta. Cukup menguras tabungan karyawan kecil ini.Mungkin karena kurang fokus dan tidak 100% serius.

Hingga tahun 2005, muncul ide membuat minuman beraroma kopi yang bisa disajikan dingin dan panas. Setelah cukup lama melakukan survey dan percobaan hingga berbulan-bulan akhirnya saya niatkan untuk ikut pameran bazar pertama di Universitas Atmajaya, almamater saya. Dengan konsep sederhana, dan modal nekad, tanggal 28 desember, satu minggu setelah saya dan istri mengucap ijab pernikahan, saya mulai berjualan. Joglos Coffee namanya. Simpel saja saya memilih nama itu. Rumah adat jawa Joglo sepertinya mententramkan hati, disamping itu bisa juga disingkat Jogja Solo. 2 kota favorit saya. Dukungan istri dan orang tua sangat membantu proses awal ini. Setelah 5 hari berjualan, dan hasilnya agak rugi, saya puas. Penjualan naik turun, tapi banyak pembeli yang sering  kembali.

Setelah vakum selama beberapa bulan tanpa kegiatan berjualan JOGLOS Coffee akhirnya buka setiap hari ditrotoar depan rumah teman saya pada bulan mei 2006. Dengan dibantu 2 karyawan kala itu, penjualan setiap harinya lumayan sepi. Karena mungkin saya masih bekerja dan merasa tidak fokus, akhirnya saya mempertimbangkan untuk mengundurkan dari perusahaan tempat saya bekerja. Lagipula, saya merasa tidak produktif menjadi karyawan, karena saya sudah ingin sesegera mungkin menjadi wirausaha.

Rekan pedagang sekitar Joglos Coffee
Setelah itu mulailah melepas gengsi berdasi ala karyawan yang biasa saya kerjakan di kantor ber AC dan sejuk. Saya mulai berjualan sendiri ditrotoar, sebagai pedagang kaki lima dengan teman-teman pedagang kali lima lain di Jl. Ahmad Dahlan, kebayoran.

Hingga kini tanpa terasa sudah 4 tahun lebih saya menjadi wirausaha dengan pengalaman gagal dan jatuh bangun berkali-kali. Dan  terasa juga mimpi saya menjadi pengusaha kecil sudah saya jalani. Alhamdulillah juga, saya bisa memberi manfaat lapangan kerja beberapa karyawan. Dan kini pun bisnis Joglos Coffee, saya sudah coba mitrakan ke beberapa teman, dan saudara di beberapa kota. Dengan dukungan semangat kuat dan kesabaran istri saya, orang tua, dan keluarga, resolusi hidup saya sedikit demi sedikit tercapai. Mungkin sulit mengukur sukses secara materi, tapi paling tidak saya dan keluarga berusaha hidup mandiri dan tidak menjadi beban bagi oreang lain. Bahkan, seandainya bisa lebih besar lagi, memberi manfaat menciptakan lapangan kerja lebih besar lagi bagi orang lain.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar